Balada di halaman belakang.

Membuatku termangu di teras depan memandang pagar.
Ditemani secangkir teh tanpa rasa.
Dan semangkuk pikiran yang kusut masai.

Diluar pagar kamu menunggu pintu dibukakan.
Sambil sesekali memainkan gerendel pintu dengan cengiran di wajah.
Aku memandangmu yang senyum-senyum tanpa dosa.
Kemudian menyunggingkan segaris senyum miring di wajah.
Sibuk menilaimu dari kursi nyaman depan teras.

Aku memang orang yang pelit.
Juga sulit.
Karena lebih suka menyajikan kalimat-kalimat majas di depan orang lain.
Dan tidak membiarkan sembarang orang paham bahasa duniaku sendiri.

Beberapa orang menyerah dan pergi.
Menyisakan aku sendiri yang mulai masa bodoh dengan pelataran yang kian sepi.
Yang kubutuhkan bukan para penepi.
Tapi seseorang dengan penerimaan dan kesabaran tak terperi.

Maka tidak akan kubuka gerendel berkarat itu.
Sampai kamu paham,
Bahwa cara paling tepat untuk sebuah pembuktian bukanlah pembuktian itu sendiri.